Sunday, 2 November 2008

Sulit Makan Pada Anak


Memiliki anak yang sehat dalam masa perkembangannya merupakan harapan bagi semua orangtua. Pertumbuhan dan kesehatan yang prima tergantung dari nutrisi yang baik, yang nantinya akan membawa anak pada perkembangan yang optimal pada semua aspek. Akan tetapi dalam masa perkembangan ini, pemberian nutrisi atau makan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan mudah, tidak jarang timbul masalah-masalah sehubungan dengan hal ini.

Makan dan kebiasaan makan merupakan aspek yang penting dalam perkembangan terutama selama masa kanak-kanak awal. Apa yang dimakan anak akan mempengaruhi pertumbuhan tulang, bentuk tubuh dan kerentanan terhadap penyakit. Kebutuhan energi sangat bervarias selama masa pertumbuhan. Perbedaan aktivitas fisik, basal metabolisme dan efisiensi penggunaan energi, tentunya akan mempengaruhi jumlah makanan yang dibutuhkan.
Dalam pemberian makan pada anak, tidak semua anak mudah menerima, sering timbul masalah dimana anak sulit makan. Sebenarnya masalah makan pada anak tidak saja anak yang sulit makan tetapi juga anak dengan kelebihan berat badan. Akan tetapi pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai masalah sulit makan pada anak balita.
Untuk mengetahui lebih lanjut apa yang menyebabkan timbulnya masalah sulit makan pada usia balita ini, perlu diketahui dahulu mengenai kekhasan yang ada dalam perkembangan di usia ini.
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN USIA BALITA
Yang termasuk usia balita disini adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu usia bayi (0 – 2 tahun) dan usia kanak-kanak awal atau prasekolah (2 – 5 tahun). Sepanjang masa balita ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang amat pesat. Pertumbuhan terjadi berkenaan dengan adanya perubahan kuantitatif pada suatu aspek seperti bertambah tinggi dan berat badan anak, sedangkan perkembangan menunjukkan pada adanya perubahan kualitatif, seperti perubahan cara berpikir, perubahan kepribadian anak, misalnya anak yang pemalu menjadi luwes bergaul dsb.
Pertumbuhan tubuh, otak, kemampuan penginderaan dan keterampilan motorik adalah bagian dari perkembangan fisik. Perkembangan fisik tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan maupun perkembangan kepribadian anak. Sementara itu pertumbuhan dan perkembangan individu selain dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal juga dipengaruhi oleh faktor kematangan dan proses belajar atau latihan.
Faktor internal mencakup segala sesuatu yang ada dalam diri anak itu sendiri, baik merupakan faktor bawaan maupun yang diturunkan oleh orangtuanya. Faktor bawaan maupun faktor keturunan biasanya dikaitkan dengan keadaan ibu saat mengandung dan keadaan anak semasa dalam kandungan. Faktor-faktor tersebut antara lain :
struktur fisik, seperti warna kulit, bentuk tubuh, kualitas organ, keadaaan kelenjar-kelenjar dsb.
kemampuan intelektual yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan otak semasa dalam kandungan.
Temperamen yaitu cara atau gaya khas seseorang dalam bereaksi terhadap situasi atau oarang lain. Temperamen ini mempengaruhi emosi seseorang.
Sementara faktor eksternal mencakup perlakuan, pengasuhan ataupun pengalaman seseorang selama hidupnya, antara lain :
kualitas gizi yang diterima anak sejak dalam kandungan hingga sepanjang masa perkembangannya.
kesehatan atau kondisi fisik termasuk penyakit yang diderita ibu selama mengandung, proses kelahiran, keadaan kesehatan, penyakit yang diderita anak.
pengasuhan yaitu pola asuh orangtua, rangsangan yang diterima anak dan perlakuan lain terhadap anak.
faktor budaya yang mencakup kepercayaan dan kebiasaan khas dalam merawat, membesarkan dan mendidik anak.

perkembangan kesejahteraan sosial, ekonomi juga mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Kesiapan seseorang untuk melakukan kegiatan atau aktivitas fisik tidak hanya dipengaruhi oleh kematangan sel-sel otak, tetapi juga kematangan otot dan sistem tulang. Bila kematangan belum tercapai, latihan tidak ada gunanya. Sebaliknya bila kesiapan telah tercapai, latihan atau proses belajar akan mempercepat peningkatan keterampilan fisik seseorang.
Sepanjang masa usia bayi, perkembangan anak amat erat kaitannya dengan perkembangan fisiknya. Dengan demikian perawatan kesehatan anak dan pemberian nutrisi yang baik amat berpengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Perkembangan kecerdasan dan pengetahuan selama masa bayi terutama terjadi melalui panca inderanya, karena itu faktor pemberian perangsangan yang tepat amat menentukan agar aspek-aspek fisik motorik, sosial-emosi, kepribadian dan kecerdasan bayipun dapat berkembang. Perangsangan untuk mengembangkan kemampuan bayi terjadi selama orangtua atau pengasuhnya berinteraksi dengan bayi dalam kegiatan merawat, memandikan, memberi makan, menidurkan ataupun dalam aktivitas bermain.
Sentuhan, belaian dan tutur kata orangtua selama berinteraksi dengan bayi akan menimbulkan ikatan batin antara anak dan orangtua. Rasa aman yang timbul karena adanya ikatan batin tersebut akan menumbuhkan rasa percaya bayi terhadap lingkungannya. Hal ini yang kemudian menjadi dasar yang cukup kuat untuk menjadi anak yang percaya diri di mas yang akan datang. Sebagaimana juga yang dikatakan oleh Erik Erikson (Santrock, 1990) bahwa kepribadian anak berkembang melalui interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Rasa percaya terhadap lingkungannya yang tumbuh dari perlakuan yang tepat serta perawatan yang penuh kasih sayang dari orangtua ataupun pengasuhnya. Bila kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka bayi akan diliputi oleh rasa curiga, takut dan akhirnya menjadi tidak percaya terhadap lingkungannya.
Erikson mengatakan bahwa independensi (ketidak tergantungan) merupakan hal yang penting di usia kedua Erikson menggambarkan bahwa tahap ke 2 dari perkembangan psikososial adalah otonomi, yang bila ada masalah akan menimbulkan rasa malu dan ragu dalam diri anak. Dengan otonomi membangun perkembangan mental dan motorik anak. Pada masa ini anak tidak saja dapat berjalan, tetapi juga memanjat, membuka dan menutup, menjatuhkan, mendorong dan menarik, memegang dan melepaskan. Anak merasa bangga dengan kepandaiannya dan ingin mengerjakan segala sesuatu sendiri, seperti memakai sepatu, membuka bungkusan makanan, menyuap, atau menentukan apa yang ingin dimakan.
Penting bagi orangtua untuk mengetahui kebutuhan anak, apa yang ia mampu lakukan, tentu saja sesuai dengan kecepatan dan saatnya. Dengan demikian anak belajar mengontrol otot-ototnya, dorongan-dorongan, dirinya dan lingkungannya. Jika orangtua atau pengasuhnya tidak sabar dan selalu melakukan segala sesuatu baginya, padahal hal tersebut mampu dilakukannya maka dalam diri anak akan berkembang rasa malu dan ragu. Orangtua yang selalu mendesak anak, atau justru melindungi anak, akan tetapi setiapkali mengkritik anak bila melakukan kesalahan atau tindakan yang tercela (misalnya mengompol, menumpahkan atau memecahkan sesuatu), maka pada anak tumbuh perasaan malu dan hal ini akan menimbulkan perasaan ragu-ragu yang berlebihan terutama menyangkut kemampuannya untuk dapat mengontrol diri dan dunianya.
Erikson juga percaya bahwa tahap ‘otonomi versus malu dan ragu’ ini mempunyai impliksi penting dalam perkembangan independensi dan identitas diri di masa remaja. Anak yang dapat mencapai tahap otonomi akan menjadi individu yang independen yang dapat memilih dan mengarahkan dirinya pada masa depannya sendiri.
Dalam diri individu juga berkembang suatu perasaan "siapa dia" dan hal itu membuat mereka merasa berbeda satu sama lain. Melalui belajar membedakan dirinya dari orang lain, maka pada anak mulai berkembang kesadaran diri. Hal ini mulai tampak kurang lebih pada usia 18 bulan, dimana melalui cermin ia mulai mengenal dirinya. Pada tahun kedua dalam kehidupan bayi, selain mengembangkan kesadaran diri, independensi juga menjadi tema sentral dalam kehidupannya.
MASALAH SULIT MAKAN
Pentingnya energy yang tepat dan pemasukan nutrisi di dalam situasi "mencintai dan mendukung" selama masa bayi tidak dapat dibantah. Sejak lahir sampai usia 1 tahun, berat bayi 3 kali lebih berat dari saat lahir dan panjangnya bertambah 50 %. Perbedaan individu selama masa bayi sulit untuk dikatakan lebih disebabkan karena pemberian nutrisi, komposisi tubuh, kecepatan tumbuh atau pola aktivitas.
Sampai usia 6 bulan ASI atau susu formula tetap menjadi sumber utama nutrisi. Perubahan terbesar di dalam kebiasaan makan adalah memberi makanan padat. Dalam pemberian makan, bayi tidak langsung diperkenalkan makanan padat, namun secara bertahap dimulai dari makanan semi-padat hingga makanan padat.
Kematangan oral dan keterampilan motorik halus menunjukkan usia yang tepat untuk memperkenalkan makanan semi-padat dan padat. Usia 4 – 6 bulan sudah dapat diberikan makanan semi-padat dan makanan yang dapat dipegang diberikan saat anak sudah dapat meraih, memegang dan membawa makanan kemulutnya. Saat inilah bayi mulai dapat mengunyah dan mengemut makanan lunak. Bayi mulai dapat minum dari gelas dengan bantuan antara usia 9 – 12 bulan.
Sejak anak memasuki usia kanak-kanak awal atau usia prasekolah orangtua sering mengeluh bahwa anaknya sulit makan atau sedikit sekali mengkonsumsikan makanan atau hanya makan makanan tertentu saja. Nafsu makan seorang anak memang berfluktuasi selama masa pertumbuhannya demikian juga kebutuhan kalorinya. Pada usia ini tampak bahwa pertumbuhan fisiknya mulai melambat dibandingkan dengan usia sebelumnya, oleh karena itu dapat dimengerti bahwa kebutuhan nutrisi dan nafsu makan menjadi berkurang. Selain itu dalam perkembangan kepribadiannya anak mulai ingin menunjukkan dirinya dan indepensinya, sehingga ia mempunyai keinginan untuk menentukan sendiri apa yang hendak dimakan. Seringkali sulit makan ini hanya sebagai bentuk ungkapan ekspresi diri, anak ingin menunjukkan kemandiriannya atau juga kemarahan pada orangtuanya.
Sejauh bahwa anak masih memperlihatkan kesehatan yang memadai serta kelincahan bergerak, orangtua tidak perlu mempermasalahkan. Masih dianggap wajar bila anak-anak kadang-kadang rewel dan makan sedikit, mungkin anak sedang tidak sehat, bosan atau merasa tidak suka dengan makanan yang disajikan. Masalah sulit makan akan benar-benar menjadi masalah bila anak makan sedikit sekali, rewel atau suka "ngemut" dalam waktu yang relatif lama ataupun usianya sudah memungkinkan makan makanan padat namun anak menolak. Sulit makan pada anak yang seperti ini sering terjadi sebagai protes atau reaksi emosional terhadap orangtua. Anak bereaksi karena jenuh sebab orangtua sering mengancam atau menghukum anak saat menyuruh atau memberi makan. Selain itu juga pengalaman yang tidak menyenangkan saat anak mulai dikenalkan makanan padat dapat pula menyebabkan anak merasa makan sebagai suatu hukuman, akibatnya anak menjadi menolak untuk makan atau sulit makan.
Orangtua yang sering memaksa anak makan tanpa memperhatikan kebutuhan anak akan makanan, membuat anak tidak pernah dapat membedakan antara rasa lapar dan keharusannya untuk makan, serta menganggap makanan sebagai hukuman bagi anak. Orangtua atau pengasuh yang sering memaksa anak makan, menyebabkan anak tidak menghargai makanan dan dapat mempermainkan makanan tersebut, sehingga anak tidak pernah belajar makan dengan benar. Demikian pula bila makan diberikan bukan dalam situasi makan tetapi bersama aktivitas lain, misalnya sambil bermain berjalan-jalan atau menonton TV.
Selain itu juga, jarang memberikan variasi makanan pada anak dapat pula menyebabkan anak sulit menyesuaikan dengan makanan baru. Anak usia kanak-kanak awal yang masih dibiasakan makan makanan halus karena orangtua demikian takut tidak ada makanan yang masuk padanya dapat menyebabkan anak sulit menerima makanan padat atau keras.
PENANGANAN
Beberapa langkah yang perlu dilakukan orangtua dalam menghadapi anak usia kanak-kanak awal yang mengalami sulit makan, adalah sebagai berikut :
Pertama, "jangan khawatir", dengan mengetahui perkembangan dan kebutuhan nutrisi pada masa usia kanak-kanak awal ini adalah wajar bila nafsu makannya berkurang.
Perhatikan anak, bila mereka bersemangat, tonus otot baik, mata bercahaya, rambut bersinar, maka sesungguhnya nutrisi anak termasuk cukup
Hitunglah semua makanan yang dimakan anak selama satu hari penuh, hitunglah berapa kalori yang masuk. Seringkali orangtua menjadi terkejut bahwa sesungguhnya makanan yang dimakan anak sudah memenuhi persyaratan kebutuhan kalori anak, hanya karena belum makan atau sedikit sekali memakan "makanan utama" maka orangtua menganggap anak makan sedikit.
Jangan memaksa anak untuk makan lebih banyak dari yang mereka inginkan.
Jika mungkin tawarkan pada anak untuk memilih makanan yang disenangi, yang tentu saja dimungkinkan.
Bila diperhatikan makanan yang dimakan anak sepanjang hari, maka mungkin anak terlalu banyak diberikan makanan cemilan (snacks). Walaupun makanan tersebut termasuk makanan yang menyehatkan, akan tetapi karena diberikan terlalu sering sehingga anak tidak merasakan adanya perasaan lapar. Tentu saja hal ini menyebabkan kebiasaan makan anak menjadi tidak baik.
Beberapa anak mungkin cepat menjadi bosan dengan pemberian makanan yang sama setiapkali. Berikan makanan yang bervariasi, terutama pada jenis, bentuk dan tekstur makanan.
Selain itu beberapa hal yang juga perlu dihindari adalah pemberian makan yang berlarut-larut. Hentikan pemberian makan bila anak sudah mempermainkan makanan yang ada dipiringnya atau anak menjadi rewel. Pada saat menyingkirkan makanan itu, lakukanlah tanpa marah-marah dan hindari perkataan yang menunujukkan emosi tidak senang orangtua atau pengasuh. Jangan memberikan makanan cemilan sampai waktu makan yang berikutnya sebagai pengganti karena anak tidak menghabiskan makanannya tadi, atau memberikan makanan tambahan sebab dapat menghilangkan selera makan anak.
BEBERAPA PETUNJUK UNTUK MENAMBAH SELERA MAKAN ANAK
Sajikan makanan-makanan sederhana, makanan yang mudah dikenali. Anak usia kanak-kanak awal ini biasanya ingin mengetahui apa yang dimakannya dan menolak makanan yang dicampur, sehingga mereka tidak mengenal bentuknya, misalnya gado-gado.
Jika mungkin sajikan makanan yang dapat dipegang, misalnya kentang goreng.
Setiap kali hanya mengenalkan satu jenis makanan baru.
Sajikan dalam porsi kecil, terutama makanan yang baru dikenal atau yang tidak disenanginya.
Perhatikan penampilan dari bentuk, tekstur, warna dan rasa dari makanan. Kreatiflah dalam menyajikan makanan, misalnya membuat dadar telur yang berwajah, dsb.
Buatlah suasana makan itu menyenangkan dengan pembicaraan yang menarik bagi anak. Kurangi pembicaraan mengenai makan itu sendiri. Suasana yang "mencintai dan mendukung" amat diperlukan. Terimalah bila anak tidak menghendaki suatu jenis makanan tertentu, tetapi jelaskan nutrisi yang terkandung dalam makanana tersebut tanpa terkesan ‘memaksa’.
Ikut sertakan anak untuk menentukan menu makanan yang hendak dimakan. Jika anak merasa menjadi bagian dari aktivitas, maka biasanya mereka menjadi lebih tertarik. Gunakan lembar berisi informasi tentang makanan beserta gambar, misalnya daging, telur, ayam, ikan sayur-sayuran. Bantu anak merencanakan makanannya dengan gambar piring yang akan diisi dengan makanan apa yang hendak dimakan hari ini.
Berilah contoh makan yang baik bagi anak. Orangtua yang tidak bersemangat untuk makan atau rewel makan akan menjadi contoh yang buruk bagi anak, sebab anak biasa meniru tokoh yang berarti baginya.
Hindari pemberian permen yang keras, kacang-kacangan dan makanan lain yang akan mengurangi selera makan.
Jangan memaksa anak untuk makan dengan cara yang sempurna seperti orang dewasa, misalnya makan tanpa berserakan.
PENUTUP
Makan dan kebiasaan makan merupakan aspek yang penting dalam perkembangan, terutama masa kanak-kanak awal. Masa ini merupakan masa dimana pertumbuhan fisik mulai melambat bila dibandingkan dengan masa perkembangan sebelumnya, sehingga kebutuhan nutrisi menjadi berkurang pula. Maka dapat dimengerti mengapa anak usia kanak-kanak awal ini sering dikeluhkan sulit makan. Pada masa ini juga mulai berkembang kesadaran diri dan independensi pada anak, sehingga anak mulai menunjukkan keinginannya untuk memilih dan menolak campur tangan orang lain. Demikian pula dalam hal pemberian makan.
Sulit makan yang terus menerus dapat merupakan suatu proses atau reaksi emosional anak terhadap orangtuanya. Seringnya anak menerima ancaman atau hukuman karena menolak makan atau pengalaman yang tidak menyenangkan saat anak mulai mengenal makanan padat dapat pula berkelanjut menjadi anak dengan keluhan sulit makan.
Orangtua tidak perlu menjadi khawatir bila anak tetap menunjukkan penampilan dan keceriaan yang merupakan ciri dari anak yang sehat, walaupun ia hanya makan dalam jumlah yang sedikit. Beberapa langkah dapat dilakukan dalam membantu menangani anak dengan masalah sulit makan, selain itu orangtua juga perlu memperhatikan hal-hal yang dapat membangkitkan selera makan anak.
KEPUSTAKAAN
Garber, S.W., Garber, M.D. & Spizman, R.F.: GOOD BEHAVIOR MADE EASY. 1992, Great Pond Publishing Ltd. USA
Nurdadi, S. : SULIT MAKAN PADA ANAK DAN PENANGANANNYA. 1996, YKAI, Hari Anak Nasional. Semarang.
Santrock. J.W. : LIFE SPAN DEVELOPMENT, 7TH Ed. 1999. McGraw-Hill, Boston.
Santrock.J.W. : CHILDREN, 2nd Ed. 1990. Wm. C. Brown Publishers. Texas