Thursday, 16 April 2009

Penylpropanolamine: Dosis aman & Efektif

Tadi pagi, saya ditelpon istri, dia mendapat sms dari seorang temannya yang mengabarkan bahwa Badan Pengawasan Obat dan Pangan USA (FDA) telah menarik produk obat-obatan yang mengandung Phenylpropanolamine (PPA) karena telah terbukti menyebabkan pendarahan otak. Dari sms yang diforward ke hp saya, disebutkan beberapa jenis produk obat flu dan batuk yang beredar di pasaran.

Kasus PPA ini bukan kasus baru.
Ribut-ribut soal keamanan produk obat yang mengandung PPA ini, memang telah mengemuka sejak awal November 2000, ketika Badan pengawasan Obat dan Makanan Amerika (US-FDA) meminta pihak industri untuk menghentikan peredaran produk obat yang mengandung PPA, dan mengeluarkan PPA dari komposisi obat dalam waktu tiga bulan. Sebab, hasil studi Yale di Amerika mengaitkan antara terjadinya hemorrhagic stroke dengan penggunaan PPA, terutama untuk indikasi penekan napsu makan.

Negara Paman Obama itu sebelumnya memperbolehkan PPA digunakan untuk indikasi dekongestan (dosis maksimum 150 mg per hari) dan juga penekan napsu makan (dosis maksimal 75 mg per hari). Begitu pula dengan Malaysia dan Singapura.
Sementara di Australia dan Inggris, yang memiliki sistem pemantauan keamanan obat yang baik, masih mengizinkan peredaran obat yang mengandung PPA. Pasalnya, di dua negara tersebut PPA hanya untuk dekongestan dengan dosis maksimal per hari lebih rendah dibandingkan dengan di Amerika, yaitu 100 mg per hari.

Untuk menjawab dan mendudukan masalah secara proporsional dan mencegah masyarakat mendapat informasi yang salah, maka saya rangkum beberapa informasi di bawah ini:

Phenylpropanolamine (PPA) adalah adalah sintetis dari senyawa sympathomimetic amine yang secara struktural mirip dengan presor amines epinephrine, phenylephrine, aphedrine dan stimulan sistem saraf pusat seperti ephedrine dan amphetamine.

Di Indonesia PPA merupakan sediaan umum yang terdapat dalam obat flu dan batuk-pilek, dan tentu saja berbagai merk obat flu yang beredar luas di masyarakat hampir semuanya mengandung PPA.

Sejak 16 April 2001, Indonesia (BPOM) telah melarang peredaran semua obat yang mengandung phenylpropanolamine (PPA) lebih dari 15 mg per takaran.

Peringatan BPOM ini dituangkan dalam sebuah surat resmi bernomor KBPOM/Ad I/04634 tertanggal 16 April 2001. Larangan ini dilakukan karena PPA bisa menimbulkan percepatan serangan stroke bagi pemakainya bila dikonsumsi dalam jangka lama.
Oleh karena itu produsen obat wajib mencantumkan peringatan (boxwarning) yang jelas terlihat oleh masyarakat. Sehingga bisa mengetahui apakah obat tersebut aman dikonsumsi atau tidak.

Terkait adanya SMS tersebut, Masyarakat Indonesia tak perlu khawatir atas keamanan produk obat yang mengandung Phenylpropanolamine (PPA). Pasalnya, di Indonesia, PPA hanya digunakan dalam obat flu dan batuk sebagai nasal dekongestan (melapangkan hidung tersumbat). Bukan sebagai obat penekan nafsu makan.
Bila digunakan sebagai campuran obat penurun berat badan, penggunaan PPA memang harus ekstra hati-hati. Tapi, kalau digunakan sebagai obat flu dan batuk, PPA cukup aman. Buktinya, Indonesia tidak pernah menerima laporan efek samping hemorrhagic stroke (perdarahan otak), yang berkaitan dengan penggunaan PPA.

Seorang dokter di Unit Stroke RSCM, Dr Airiza Ahmad SpLK, sempat merespon berita ini dengan mengatakan, masyarakat agar tak terlalu cemas terhadap zat phenylpropanolamine. Menurutnya, penyakit stroke pada dasarnya adalah produk dari keadaan yang berlangsung terus-menerus dalam waktu lama. Paling tidak selama enam bulan."Tidak mungkin kan kita makan obat flu setiap hari selama enam bulan,"


Saran saya, selalu perhatikan informasi yang tercantum dalam setiap kemasan obat. Kalau perlu, kita cek satu-satu informasi seputar tiap zat yang terkandung di dalam obat itu. Informasi yang saya maksud adalah seputar khasiat dan efek samping, dosis yang aman per takaran atau dosis aman maksimal per hari. Bila perlu konsultasikan hal tersebut dengan apoteker atau dokter.

Dan, kalau anda saat ini sedang Flu, ada baiknya mencoba anjura berikut:

· Beristirahat 2-3 hari dan mengurangi kegiatan fisik berlebihan.
· Meningkatkan gizi makanan akan meningkatkan daya tahan tubuh. Yaitu makanan dengan kalori dan protein tinggi, serta makan buah segar yang banyak mengandung vitamin.
· Banyak minum air, teh, sari buah, akan mengurangi rasa kering di tenggorokan, mengencerkan dahak, dan membantu menurunkan demam.
· Sering-sering berkumur dengan air garam untuk mengurangi rasa nyeri di tenggorokan