Sunday 10 March 2013

Belajar ilmu Bela Diri adalah anjuran Agama




 Setiap kali disebut bela diri, entah mengapa selalu saja tergambar dalam benak kebanyakan orang tentang sesuatu yang berhubungan dengan keca­kapan dan kemampuan olah fisik semata. Padahal se­jatinya bela diri dapat diar­tikan dan dipahami dengan lebih luas lagi sebagai segala upaya, usaha, dan tindakan yang dilakukan seseorang untuk menjaga dan mem­pertahankan eksistensi (ke­beradaan) dirinya.

Dengan demikian, bela diri tidaklah terbatas pada pe­nguasaan atas keahlian seni bela diri tertentu saja. Pen­didikan—formal maupun nonformal—yang telah dan sedang dijalani dapat pula dikategorikan sebagai bela diri. Kenapa tidak? Bukankah pendidikan itu merupakan usaha membekali diri dengan berbagai pengetahuan agar mampu bertahan dalam ke­hidupan yang dari waktu ke waktu semakun tak menentu?

Islam sebagai ajaran mu­lia, sempurna, dan menye­luruh tak luput memberikan jalan keluar untuk meng­hadapi kemungkinan-kemung­kinan terburuk yang disebab­kan oleh anasir-anasir jahat. Begitu pula dalam membela diri, Islam telah mewajibkan setiap pemeluknya menuntut ilmu sebagai sarana pen­di­dikan diri agar tidak tersalah dalam menjalani kehidupan dunia yang akan menyebabkan kecelakaan menuju akhirat.

Yang jelas, sejauh ini tidak didapatkan satu bentuk seni bela diri pun yang diri­wayat­kan berasal dari Nabi, baik yang sahih, daif, bahkan maudhu’ sekalipun.  Padahal Nabi—berkebangsaan Arab, tentu saja mengenal seni bela diri dalam kelompok masya­rakatnya kala itu. Misalnya saja gulat. Nabi sendiri pernah memenangi ‘pertanding’ gulat. Akan tetapi, tetap belum ditemukan semacam pen­jelasan kalau Nabi mengan­jurkan gulat.

Uniknya, Islam menga­manatkan kepada para orang tua agar mengajari anak-anak mereka dengan keahlian-keahlian khusus, di antaranya memanah, menunggang ku­da—berkendaraan, dan be­renang. Tentu saja hal ter­sebut tidak termasuk dalam salah satu cabang seni bela diri manapun. Sekali lagi ini hanyalah membuktikan bahwa seni bela diri murni hasil dari tradisi suatu budaya tertentu.

Dikarenakan hal itu, dalam menyikapi seni bela diri—apa pun wujudnya—penting diper­hatikan pengaruh-pengaruh tradisi dari kebudayaan ter­tentu yang masih melekat dalam seni bela diri ber­sangkutan. Islam sebagai tatanan kehidupan yang ber­laku universal dan eternal (sepanjang masa) dalam menghadapi kreasi budaya yang bervariasi tidaklah me­nafikan semua, pun juga tidak memakbulkan segala. Selagi tidak berseberangan dengan kaidah, prinsip, dan ruh nilai-nilai Islam, seni bela diri sebagai produk kebudayaan bisa saja digiatkan.