Suami muslim sebagai penanggungjawab rumah tangga mendambakan kehidupan rumah
tangga yang tenteram, diliputi dengan cinta dan kasih sayang demi mewujudkan
kebahagiaan bagi seluruh anggota rumah tangga dan salah satu faktor penting
dalam mewujudkan hal tersebut adalah kepatuhan dan ketaatan seorang istri
muslimah kepada suaminya setelah ketaatannya kepada Allah dan RasulNya.
Bisa dibayangkan bagaimana keadaan rumah tangga seandainya istri tidak taat dan
patuh kepada suami, kebahagiaan yang diimpikan akan lenyap, kegembiraan yang
didambakan akan terkubur dan kasih sayang yang diharapkan tumbuh subur akan layu
untuk selanjutnya mati tergantikan oleh percekcokan, perselisihan dan
pertengkaran. Hal ini dipicu oleh salah satunya keengganan dan penolakan istri
untuk taat kepada suaminya.
Keutuhan rumah tangga sangat diperhatikan oleh Islam karena bagaimanapun rumah
tangga yang utuh jauh lebih baik dari pada rumah tangga yang bubar di tengah
jalan, dari sini kita memahami ketika talak diizinkan, ia diizinkan dalam
kondisi dharurat dan itu pun demi kebaikan dan kemaslahatan suami dan istri.
Demi menjaga keutuhan rumah tangga ini Islam meletakkan batasan-batasan hak dan
kewajiban bagi dan atas suami istri, misalnya dari sisi istri, dia memiliki
kewajiban taat dan patuh kepada suaminya.
Jangan salah paham ketika istri diharuskan taat kepada suami setelah ketaatannya
kepada Allah dan RasulNya, ini tidak serta merta berarti derajat istri lebih
rendah atau ini merupakan perendahan kepada wanita, tidak demikian karena pada
prinsipnya hak dan kewajiban dalam rumah tangga adalah setara dan sebanding
sebagaimana telah penulis singgung dalam makalah sebelumnya, akan tetapi ini
hanyalah pengaturan dan penempatan masing-masing dari suami dan istri pada pos
yang memang sesuai dan sejalan dengan tabiat dan fitrah masing-masing, tidak
mungkin dalam satu kapal ada dua nahkoda dan tentu yang paling pantas menjadi
nahkoda adalah orang yang memiliki kriteria dalam kadar lebih untuk itu, dan ini
ada pada diri suami.
Di samping itu ketaatan dan kepatuhan istri tidak berbuah cuma-cuma, ada imbalan
besar lagi utama yang disediakan atasnya sebagai pendorong, akan tetapi buah dan
imbalan besar ini hanya bisa dipetik oleh istri-istri yang beriman dengan baik
kepada Allah yang dengannya dia lebih mementingkan apa yang ada di sisiNya
daripada selainnya.
Ketaatan kepada suami adalah salah satu kunci masuk surga.
Setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan tidak terkecuali istri tentu
berharap bisa meraih surga, kebahagiaan abadi yang tidak akan pernah terputus
untuk selama-lamanya, oleh karena itu dia akan berusaha menelusuri setiap jalan
yang bisa menyampaikannya kepadanya dan jalan ke sana memang banyak, salah
satunya secara khusus untuk istri yaitu ketaatannya kepada suaminya.
Nabi saw bersabda,
“Apabila seorang wanita menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulannya,
menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya niscaya dia akan masuk surga dari
pintu mana saja yang dia inginkan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Adakah balasan yang lebih besar dan utama dari ini? Masuk surga, tidak sebatas
itu akan tetapi lebih dari itu, dari pintu mana saja yang dia kehendaki. Belum
cukuplah hal ini menggugah dan mendorongmu untuk taat dan patuh kepada suamimu?
Imam Ahmad dan al-Hakim meriwayatkan dari al-Husain bin Mihshan bahwa bibinya
datang kepada Nabi saw untuk suatu keperluan, setelah dia selesai dari
keperluannya, Nabi saw bertanya kepada bibi al-Husain, “Apakah kamu bersuami?”
Dia menjawab, “Ya.” Rasulullah bertanya, “Bagaimana dirimu terhadapnya?” Dia
menjawab, “Saya tidak melalaikannya kecuali jika saya tidak mampu.” Maka
Rasulullah saw bersabda,
“Lihatlah dirimu daripadanya, karena dia adalah surga dan nerakamu.”
Kadar kataatan istri kepada suaminya adalah salah satu tolok ukur
keberhasilannya dalam berumah tangga, sejauh mana dia taat kepada suaminya
sejauh itu pulalah nilai yang kedudukan wanita muslimah di sisi suaminya dan
tentu ia menambah kecintaan suami kepadanya. Bukankah ini yang didambakan wahai
istri muslimah?
Ketaatan kepada suami menandingi ibadah-ibadah besar.
Dalam kitab Usudul Ghabah milik Ibnul Atsir dari Asma’ binti Yazid binti
as-Sakan al-Asyhaliyah bahwa dia mendatangi Rasulullah SAW, sementara beliau
sedang duduk di antara para sahabatnya. Asma’ berkata, “Aku korbankan bapak dan
ibuku demi dirimu ya Rasulullah. Saya adalah utusan para wanita di belakangku
kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada seluruh laki-laki dan wanita,
maka mereka beriman kepadamu dan kepada Tuhanmu. Kami para wanita selalu dalam
keterbatasan, sebagai penjaga rumah, tempat menyalurkan hasrat dan mengandung
anak-anak kalian, sementara kalian – kaum laki-laki – mengungguli kami dengan
shalat Jum’at, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah,
berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji dan yang lebih utama dari adalah jihad
fi sabilillah. Jika salah seorang dari kalian pergi haji atau umrah atau jihad
maka kamilah yang menjaga harta kalian, yang menenun pakaian kalian, yang
mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami menikmati pahala dan kebaikan ini sama
seperti kalian?”
Nabi SAW memandang para sahabat dengan seluruh wajahnya. Kemudian beliau
bersabda, “Apakah kalian pernah mendengar ucapan seorang wanita yang lebih baik
pertanyaannya tentang urusan agamanya daripada wanita ini?” mereka menjawab, “Ya
Rasulullah, kami tidak pernah menyangka ada wanita yang bisa bertanya seperti
dia.”
Nabi SAW menengok kepadanya dan bersabda, “Pahamilah wahai ibu. Dan beritahu
para wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya untuk
memperoleh ridhonya dan kepatuhannya terhadap keinginannya menyamai semua itu.”
Wanita itu berlalu dengan wajah berseri-seri.
Lihatlah wahai para muslimah, Nabi saw mensejajarkan ketaatan istri kepada
suaminya, usahanya untuk mendapatkan keridhaannya dan kepatuhannya terhadap
keinginannya dengan amalan-amalan besar seperti shalat jumat, shalat berjamaah,
haji, umrah bahkan jihad di jalan Allah Ta'ala. Saya berharap Anda puas dengan
ini karena jika tidak maka dengan apa Anda bisa puas?
Ketaatan kepada suami adalah salah satu tanda keshalihan istri.
Menjadi muslimah yang shalihah adalah keinginan setiap istri dan suamipun
mendambakan yang sama, untuk mewujudkan keinginan ini mudah saja yaitu dengan
salah satunya mentaati suami, firman Allah, “Maka wanita yang shalih ialah yang
taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena
Allah telah memelihar (mereka).” (An-Nisa’: 34).
Ayat ini menetapkan bahwa ketaatan kepada Allah merupakan ciri dari wanita
shalihah, dan ketaatan kepada suami adalah bagian dari ketaatan kepada Allah
karena ia merupakan perintah Allah Ta'ala.
Nabi saw bersabda,
“Sebaik-baik wanita adalah wanita yang jika kamu melihat kepadanya maka kamu
berbahgia, jika kamu memerintahkannya maka dia mentaatimu, jika kamu bersumpah
atasnya maka dia memenuhinya dan jika kamu meninggalkannya maka dia menjagamu
pada diri dan hartamu.” (HR. an-Nasa`i)
Terakhir apa batasan ketaatan istri kepada suami?
Batasannya adalah perkara-perkara yang bukan merupakan kemaksiyatan kepada Allah
dan RasulNya, ini adalah batasan kataatan kepada makhluk di mana Allah Ta'ala
memerintahkan mentaatinya dan salah satunya adalah suami. Tidak ada ketaatan
kapada makhluk dalam bermaksiyat kepada Khalik.
Nabi saw bersabda,
“Tidak ada ketaatan dalam bermaksiyat kepada Allah, ketaatan itu hanya dalam
kebaikan.” (HR. Muslim)
Nabi saw bersabda,
“…Kecuali jika dia diperintahkan kepada kemaksiyatan, jika dia diperintahkan
kepada kemaksiyatan maka tidak ada kata mendengar dan mentaati.” (HR. Muslim)