Beberapa hari ini, kita disuguhi beragam berita dan komentar tentang Kondom, yang bermula dari adanya Pekan Kondom Nasional yang diprakarsai sebuah perusahaan Kondom. Banyak yang kontra dan menghujat, yang disinyalir melakukan kegiatan bagi-bagi kondom pada kalangan yang juga dianggap tidak tepat alias telah terjadi ketidaktepatan dalam memilih sasaran dan lokasi. Tetapi ada pula yang membela kegiatan pekan kondom ini dengan beragam alasan, salah satunya berargumen bahwa kita harus menerima kenyataan dan tidak menutup mata bahwa sudah semakin meluasnya perilaku seks bebas di kalangan remaja.
Masih dalam hitungan beberapa minggu lalu, kita mendapat berita adanya perilaku asusila yang dilakukan remaja SMP di sekolah. Menyedihkan sekaligus membuka mata kita, bahwa saat ini akibat ketiadaan pengawasan, dekadensi moral dan banyak penyebab lainnya telah berkontribusi pada perilaku seks yang semakin bebas dan berisiko tinggi, sbeetulnya tidka hanya di kalangan remaja tapi juga pada usia dewasa bahkan yang sudah memasuki usia lansia.
Celakanya lagi, mereka melakukannya seperti tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah salah besar dan berisiko besar, termasuk salah satunya risiko tertular penyakit menular seksual.
Bila dilihat dari sudut kesehatan terutama dalam upaya pengendalian penyakit menular seksual, makin miris kita, karena sebagian besar pelaku atau kelompok orang berperilaku seks risiko tinggi tersebut tidak menggunakan kondom sebagai pengaman. Dan bahayanya lagi, perilaku berbahaya ini dilakukan di kalangan muda yang kta tahu betul memang sedang dalam masa mencoba coba dan memiliki kecenderungan sangat tinggi dalam hubungan seks.
Merujuk pada data International Labor Organization, saat ini perdagangan manusia dan wisata sex melibatkan tidak kurang dari 70.000 anak setiap tahunnya. Sebuah angka yang tidak kecil dan membuat kita mengelus dada, karena terbayang dampak dan penderitaan yang dialami para korban, disamping dampak kesehatan yang mereka derita. Kita tahu, karena posisinya, anak-anak itu tidak akan memiliki akses dan kemampuan memperjuangkan hak-haknya, termasuk perlindungan. Di sisi lain, para pelanggan wisata seks ini ditemukan sebagian besar adalah para pria yang sudah menikah dengan risiko membawa pulang "oleh-oleh" ke pasangan mereka di rumah.
Sementara di sini, di negara yang kemarin heboh dengan masalah kondom, dari survey tahun 2004 saja, kita memperoleh angka mengejutkan, ada sekitar 32 persen remaja usia antara 14 sampai 18 tahun di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung sudah terlibat aktif dalam kegiatan atau aktifitas seks bebas. Angka ini diyakini terus meningkat setiap tahun dan semakin menyebar tidak hanya di kota besar namun juga sudah merambah nun jauh di desa desa.
Disinilah, perlu upaya yang komprehensif dan bijak, tentu disesuaikan dengan beragam kondisi dan merangkul sebanyak mungkin pemangku kebijakan guna mengeluarkan dan melaksanakan suatu program pengendalian penyakit. Tanpa adanya dukungan dan sosialisasi yang tepat, maka sebagus apapun program atau upaya yang dilakukan, tetap akan memiliki dampak minimal bahkan tidak jarang malah berantakan.
Kondom, suatu produk manusia yang sudah sejak lama menjadi pusat pembicaraan terkait perannya dalam pengendalian kehamilan, pencegahan penyakit, termasuk menjadi isu politik, agama dan banyak inspirasi timbulnya cerita lucu.
Menyimak beragam komentar pro dan kontra terkait program kondom, maka ada baiknya kita melihatnya dari berbagai sudut pandang. Hal ini perlu, agar kita tidak emosional dalam menilai sesuatu masalah, dan melihatnya dari sisi positif dan negatifnya.
Pun, karena dibalik kebaikan dan kekurangannya, Kondom sejak lama memang sudah menjadi kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia bahkan dunia!
Jadi adanya kejadian ini-dan bukan kontroversi yang pertama kali terjadi-seharusnya dapat mendorong kita semua untuk mengenal dan mempelajari lebih jauh tentang apa kondom itu.
Untuk memahami dan mengenal lebih jauh barang berbentuk unik ini, saya ingin mengajak kita semua melihat sisi sejarah dan manfaatnya, selain tentu juga dilengkapi dengan cerita kontroversial seputar pemanfaatan dan penggunaan sarung kontroversial ini.
Sejarah Kondom
Kondom dalam arti penggunaan sebenarnya sudah ditemukan bangsa Arab sejak beratus-ratus tahun lalu tepatnya 700 SM. Bahkan dalam beberapa catatan sudah digunakan bangsa Mesir Kuno pada 1000 SM dan terus mengalami penyempurnaan guna memuaskan para konsumen. Saat itu, bangsa Arab menggunakan usus kambing sebagai alat pengaman agar istri mereka tidak hamil. Bangsa arab menikmati kegiatan dan manfaat atas penemuan ini.
Setelah adanya kontak budaya dan social Antara bangsa Arab dan Eropa terutama setelah perang Salib, maka temuan bangsa Arab tentang Kondo ini merupakan salah satu yang diadopsi oleh bangsa Eropa, selain banyak sekali penemuan dan ilmu lainnya.
Sebagaimana penemuan lainnya, bangsa Eropa segera melakukan penyempurnaan dan sekaligus memberikan nama atas hasilnya. Salah satunya yang dilakukan oleh Gabriello Fallopia, dokter dari Italia, orang yang pertama kali membuat sarung linen yang melindungi permukaan kulit penis dan disesuaikan dengan ukuran penis. Kondom linen ini dibuat dengan tujuan untuk menghindari penyakit kelamin. Penemuannya ini diuji coba pada abad ke-15 pada 1000 pria dan sukses.
Kondom karet mulai diciptakan tahun 1870. Harganya sangat mahal dan permukaannya tebal. Para penggunanya disarankan untuk mencucinya sebelum dan setelah hubungan seksual sehingga boleh dipakai sampai karetnya bocor atau pecah. Barulah pada tahun 1930 diperkenalkan kondom lateks yang lebih tipis dan hanya sekali pakai.
Kondom mulai diperkenalkan sesuai dengan nama Dr Condom atau Earl of Condom yang merupakan seorang dokter kerajaan pada masa Raja Charles II di abad 18. Saat itu Raja Charles II memakai kondom dari usus kambing untuk melindunginya dari penyakit kelamin dan sekaligus kontrasepsi.
Bagaimana dengan bangsa Asia? Dalam sejarahnya, penggunaaan kondom di asia tercatat pada abad 15, terutama digunakan oleh para bangsawan. Di China, kondom dibuat dari kertas sutra yang diolesi minyak atau dari usus kambing. Di Jepang, kondom dibuat dari tempurung kura-kura dan tanduk hewan.
Tahukah anda bahwa pada awalnya, kondom hanya dapat diperoleh melalui resep dokter. Saat itu di Eropa, penjualan atau pengiriman kondom merupakan sesuatu yang illegal dan melanggar hukum.
Pada saat perang dunia ke I, ditemukan 70% tentara menderita infeksi kelamin. Keadaan ini memicu kesadaran pemerintah Amerika mengenai pentingnya pemberian kondom pada para tentaranya untuk melindungi mereka dari penyakit kelamin.
Sementara di Eropa sendiri, tahun 1928 untuk pertama kalinya ATM Kondom diadakan yang berlokasi di Denmark, Inggris, Polandia dan Belanda. Yang selanjutnya ditiru Amerika pada tahun 1936 dengan suatu aturan yang mengizinkan kemudahan akses terhadap kondom.
Dewasa ini, kondom dibuat dengan berbagai variasi baik bentuk dan aroma. Kondom juga disertai cairan pelumas untuk menjada keawetannya. Penggunaan kondom makin pesat sejak mulai maraknya isu penyebaran HIV AIDS tahun 1970-an.
Kondom sendiri mulai masuk ke Indonesia lewat program KB yang dibawa BKKBN, yaitu mulai tahun 1970. Dulu, masyarakat masih merasa risih mengenakan kondom karena dianggap mengganggu kenikmatan berhubungan seksual. Bahkan, orang sering memakai kode-kode tertentu untuk membeli kondom di toko.
Seiring dengan maraknya promosi program KB dan berkembangnya pemahaman masyarakat, kondom makin diterima masyarakat luas. Penjualannya kini dipajang di display toko-toko dekat kasir agar pembeli tak perlu bingung mencari.
Sejak tahun 1987, Indonesia sudah memiliki pabrik kondom sendiri. Namun sayang, produksi kondom lokal masih kalah oleh gempuran kondom impor. Padahal, Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil karet, bahan baku pembuatan kondom.sebuah ironi, negara kita penghasil karet namun hanya mampu mengekspor karet.
Kontroversi soal kampanye kondom tak hanya terjadi di Indonesia. Pada 2010 lalu, Pemerintah Filipina mengkampanyekan penggunaan kondom di televisi, radio, media cetak, dan di tempat umum. Di distrik-distrik Manila, ribuan kondom dibagikan gratis.
Kegiatan tersebut ditentang pemuka Katolik yang meminta uang publik tak digunakan untuk kondom. Uskup dan organisasi pro-kehidupan memperingatkan risiko kampanye kondom untuk para anak muda seraya mendukung peran orang tua dalam pendidikan moral dan pendidikan seks pada anak-anaknya. Pantang seks bebas dan setia dalam ikatan perkawinan dianggap sebagai jurus paling jitu.
Sementara, pihak otoritas kesehatan setempat menekankan, tujuan kampanye ini adalah memberdayakan masyarakat dalam pencegahan HIV/AIDS. Tidak ada maksud untuk mempromosikan seks bebas, tapi menyebarkan perilaku seksual yang bertanggung jawab.
Demikian juga di Kenya. Program pembagian kondom untuk melawan pandemik dan KB di tahun 2008 ditentang para ulama. khotbah yang aktif bisa menggantikan fungsi kondom sebagai strategi mencegah pandemik juga kehamilan. Mereka juga sepakat, melaksanakan ajaran Islam seperti berpuasa, salat, dan mengucilkan mereka yang selingkuh lebih efektif.
Pihak ulama menegaskan bahwa mereka tidak menentang kampanye Kementerian Kesehatan melawan HIV/AIDS tapi mereka khawatir pemerintah menggunakan cara salah yang menyalahi agama dan budaya.
Sementara di negara tetangga kita, Malaysia pada tahun 2007 mengaku tak bisa secara terbuka menganjurkan kondom untuk mencegah AIDS. Meski meyakini, itu adalah cara yang efektif. Kemkes Malaysia menyampaikan untuk menghindari anggapan bahwa pemerintah mempromosikan seks bebas maka upaya yang dilakukan tidak bersifat terbuka, karena harus sensitif terhadap ajaran agama.
Bahkan di negara maju dan terbuka seperti Ingrris sekalipun, suatu program kampanye penggunaan kondom yang dilakukan Departemen Kesehatan Inggris pada tahun 2009 juga menuai protes. Gara-gara kalimat, "kondom membuat perempuan terlihat lebih seksi". Kalimat tersebut menyertai kampanye agar para perempuan muda, usia awal 20-an, mau membawa kondom di tasnya. Pria, kata kampanye itu, lebih tertarik pada gadis yang membawa alat kontrasepsi. Kampanye ini dianggap berkontribusi menambah masalah dan justru akan menambah penyakit seksual, lebih banyak kehamilan di luar nikah, dan lebih banyak ketidakbahagiaan.
Kondom Saat ini dan Masa Datang
Saat ini kondom dimanfaatkan untuk tujuan penyebaran penyakit menular seksual dan sekaligus pencegahan kehamilan. Sejak 1990 an kita melihat pertama kalinya diproduksi kondom wanita sekaligus pada masa ini kita melihat produksi massal kondom yang memiliki rasa, warna dan bentuk yang semakin bervariasi.
Disisi lain, di banyak negara maju terus dilakukan upaya inovasi dan kreasi untuk makin membuat kondom semakin disukai dan nayaman digunakan. Salah satunya adalah riset yang dilakukan dalam "invisible condom" yaitu kondom yang berupa semprotan gel yang akan menjadi solid saat suhu tubuh naik. Selain itu ad juga perusahaan kondom yang melakukan penelitian untuk pengembangan kondom yang menyelimuti seluruh tubuh atau yang disebut full body condom.
Penutup
Kondom hanyalah sebuah barang atau alat yang diproduksi untuk dimanfaatkan manusia. Tinggal bagaimana manusia memanfaatkannya untuk kebaikan atau keburukan. Sama saja dengan produk-produk lainnya di dunia ini, yang jika dimanfaatkan dengan benar hasilnya juga benar, namun jika dimanfaatkan dengan salah hasilnya pun juga salah. Terlepas dari berbagai asumsi masyarakat mengenai kondom, yang jelas kondom adalah salah satu alat yang diciptakan manusia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Yang salah bukanlah kondomnya, tapi manusia yang menggunakannya di jalur negatif. Apabila digunakan untuk hal yang positif, maka kondom tentu tetap bermanfaat.
Dr. Dicky Budiman, M.Sc.PH
Masih dalam hitungan beberapa minggu lalu, kita mendapat berita adanya perilaku asusila yang dilakukan remaja SMP di sekolah. Menyedihkan sekaligus membuka mata kita, bahwa saat ini akibat ketiadaan pengawasan, dekadensi moral dan banyak penyebab lainnya telah berkontribusi pada perilaku seks yang semakin bebas dan berisiko tinggi, sbeetulnya tidka hanya di kalangan remaja tapi juga pada usia dewasa bahkan yang sudah memasuki usia lansia.
Celakanya lagi, mereka melakukannya seperti tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah salah besar dan berisiko besar, termasuk salah satunya risiko tertular penyakit menular seksual.
Bila dilihat dari sudut kesehatan terutama dalam upaya pengendalian penyakit menular seksual, makin miris kita, karena sebagian besar pelaku atau kelompok orang berperilaku seks risiko tinggi tersebut tidak menggunakan kondom sebagai pengaman. Dan bahayanya lagi, perilaku berbahaya ini dilakukan di kalangan muda yang kta tahu betul memang sedang dalam masa mencoba coba dan memiliki kecenderungan sangat tinggi dalam hubungan seks.
Merujuk pada data International Labor Organization, saat ini perdagangan manusia dan wisata sex melibatkan tidak kurang dari 70.000 anak setiap tahunnya. Sebuah angka yang tidak kecil dan membuat kita mengelus dada, karena terbayang dampak dan penderitaan yang dialami para korban, disamping dampak kesehatan yang mereka derita. Kita tahu, karena posisinya, anak-anak itu tidak akan memiliki akses dan kemampuan memperjuangkan hak-haknya, termasuk perlindungan. Di sisi lain, para pelanggan wisata seks ini ditemukan sebagian besar adalah para pria yang sudah menikah dengan risiko membawa pulang "oleh-oleh" ke pasangan mereka di rumah.
Sementara di sini, di negara yang kemarin heboh dengan masalah kondom, dari survey tahun 2004 saja, kita memperoleh angka mengejutkan, ada sekitar 32 persen remaja usia antara 14 sampai 18 tahun di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung sudah terlibat aktif dalam kegiatan atau aktifitas seks bebas. Angka ini diyakini terus meningkat setiap tahun dan semakin menyebar tidak hanya di kota besar namun juga sudah merambah nun jauh di desa desa.
Disinilah, perlu upaya yang komprehensif dan bijak, tentu disesuaikan dengan beragam kondisi dan merangkul sebanyak mungkin pemangku kebijakan guna mengeluarkan dan melaksanakan suatu program pengendalian penyakit. Tanpa adanya dukungan dan sosialisasi yang tepat, maka sebagus apapun program atau upaya yang dilakukan, tetap akan memiliki dampak minimal bahkan tidak jarang malah berantakan.
Kondom, suatu produk manusia yang sudah sejak lama menjadi pusat pembicaraan terkait perannya dalam pengendalian kehamilan, pencegahan penyakit, termasuk menjadi isu politik, agama dan banyak inspirasi timbulnya cerita lucu.
Menyimak beragam komentar pro dan kontra terkait program kondom, maka ada baiknya kita melihatnya dari berbagai sudut pandang. Hal ini perlu, agar kita tidak emosional dalam menilai sesuatu masalah, dan melihatnya dari sisi positif dan negatifnya.
Pun, karena dibalik kebaikan dan kekurangannya, Kondom sejak lama memang sudah menjadi kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia bahkan dunia!
Jadi adanya kejadian ini-dan bukan kontroversi yang pertama kali terjadi-seharusnya dapat mendorong kita semua untuk mengenal dan mempelajari lebih jauh tentang apa kondom itu.
Untuk memahami dan mengenal lebih jauh barang berbentuk unik ini, saya ingin mengajak kita semua melihat sisi sejarah dan manfaatnya, selain tentu juga dilengkapi dengan cerita kontroversial seputar pemanfaatan dan penggunaan sarung kontroversial ini.
Sejarah Kondom
Kondom dalam arti penggunaan sebenarnya sudah ditemukan bangsa Arab sejak beratus-ratus tahun lalu tepatnya 700 SM. Bahkan dalam beberapa catatan sudah digunakan bangsa Mesir Kuno pada 1000 SM dan terus mengalami penyempurnaan guna memuaskan para konsumen. Saat itu, bangsa Arab menggunakan usus kambing sebagai alat pengaman agar istri mereka tidak hamil. Bangsa arab menikmati kegiatan dan manfaat atas penemuan ini.
Setelah adanya kontak budaya dan social Antara bangsa Arab dan Eropa terutama setelah perang Salib, maka temuan bangsa Arab tentang Kondo ini merupakan salah satu yang diadopsi oleh bangsa Eropa, selain banyak sekali penemuan dan ilmu lainnya.
Sebagaimana penemuan lainnya, bangsa Eropa segera melakukan penyempurnaan dan sekaligus memberikan nama atas hasilnya. Salah satunya yang dilakukan oleh Gabriello Fallopia, dokter dari Italia, orang yang pertama kali membuat sarung linen yang melindungi permukaan kulit penis dan disesuaikan dengan ukuran penis. Kondom linen ini dibuat dengan tujuan untuk menghindari penyakit kelamin. Penemuannya ini diuji coba pada abad ke-15 pada 1000 pria dan sukses.
Kondom karet mulai diciptakan tahun 1870. Harganya sangat mahal dan permukaannya tebal. Para penggunanya disarankan untuk mencucinya sebelum dan setelah hubungan seksual sehingga boleh dipakai sampai karetnya bocor atau pecah. Barulah pada tahun 1930 diperkenalkan kondom lateks yang lebih tipis dan hanya sekali pakai.
Kondom mulai diperkenalkan sesuai dengan nama Dr Condom atau Earl of Condom yang merupakan seorang dokter kerajaan pada masa Raja Charles II di abad 18. Saat itu Raja Charles II memakai kondom dari usus kambing untuk melindunginya dari penyakit kelamin dan sekaligus kontrasepsi.
Bagaimana dengan bangsa Asia? Dalam sejarahnya, penggunaaan kondom di asia tercatat pada abad 15, terutama digunakan oleh para bangsawan. Di China, kondom dibuat dari kertas sutra yang diolesi minyak atau dari usus kambing. Di Jepang, kondom dibuat dari tempurung kura-kura dan tanduk hewan.
Tahukah anda bahwa pada awalnya, kondom hanya dapat diperoleh melalui resep dokter. Saat itu di Eropa, penjualan atau pengiriman kondom merupakan sesuatu yang illegal dan melanggar hukum.
Pada saat perang dunia ke I, ditemukan 70% tentara menderita infeksi kelamin. Keadaan ini memicu kesadaran pemerintah Amerika mengenai pentingnya pemberian kondom pada para tentaranya untuk melindungi mereka dari penyakit kelamin.
Sementara di Eropa sendiri, tahun 1928 untuk pertama kalinya ATM Kondom diadakan yang berlokasi di Denmark, Inggris, Polandia dan Belanda. Yang selanjutnya ditiru Amerika pada tahun 1936 dengan suatu aturan yang mengizinkan kemudahan akses terhadap kondom.
Dewasa ini, kondom dibuat dengan berbagai variasi baik bentuk dan aroma. Kondom juga disertai cairan pelumas untuk menjada keawetannya. Penggunaan kondom makin pesat sejak mulai maraknya isu penyebaran HIV AIDS tahun 1970-an.
Kondom sendiri mulai masuk ke Indonesia lewat program KB yang dibawa BKKBN, yaitu mulai tahun 1970. Dulu, masyarakat masih merasa risih mengenakan kondom karena dianggap mengganggu kenikmatan berhubungan seksual. Bahkan, orang sering memakai kode-kode tertentu untuk membeli kondom di toko.
Seiring dengan maraknya promosi program KB dan berkembangnya pemahaman masyarakat, kondom makin diterima masyarakat luas. Penjualannya kini dipajang di display toko-toko dekat kasir agar pembeli tak perlu bingung mencari.
Sejak tahun 1987, Indonesia sudah memiliki pabrik kondom sendiri. Namun sayang, produksi kondom lokal masih kalah oleh gempuran kondom impor. Padahal, Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil karet, bahan baku pembuatan kondom.sebuah ironi, negara kita penghasil karet namun hanya mampu mengekspor karet.
Kontroversi soal kampanye kondom tak hanya terjadi di Indonesia. Pada 2010 lalu, Pemerintah Filipina mengkampanyekan penggunaan kondom di televisi, radio, media cetak, dan di tempat umum. Di distrik-distrik Manila, ribuan kondom dibagikan gratis.
Kegiatan tersebut ditentang pemuka Katolik yang meminta uang publik tak digunakan untuk kondom. Uskup dan organisasi pro-kehidupan memperingatkan risiko kampanye kondom untuk para anak muda seraya mendukung peran orang tua dalam pendidikan moral dan pendidikan seks pada anak-anaknya. Pantang seks bebas dan setia dalam ikatan perkawinan dianggap sebagai jurus paling jitu.
Sementara, pihak otoritas kesehatan setempat menekankan, tujuan kampanye ini adalah memberdayakan masyarakat dalam pencegahan HIV/AIDS. Tidak ada maksud untuk mempromosikan seks bebas, tapi menyebarkan perilaku seksual yang bertanggung jawab.
Demikian juga di Kenya. Program pembagian kondom untuk melawan pandemik dan KB di tahun 2008 ditentang para ulama. khotbah yang aktif bisa menggantikan fungsi kondom sebagai strategi mencegah pandemik juga kehamilan. Mereka juga sepakat, melaksanakan ajaran Islam seperti berpuasa, salat, dan mengucilkan mereka yang selingkuh lebih efektif.
Pihak ulama menegaskan bahwa mereka tidak menentang kampanye Kementerian Kesehatan melawan HIV/AIDS tapi mereka khawatir pemerintah menggunakan cara salah yang menyalahi agama dan budaya.
Sementara di negara tetangga kita, Malaysia pada tahun 2007 mengaku tak bisa secara terbuka menganjurkan kondom untuk mencegah AIDS. Meski meyakini, itu adalah cara yang efektif. Kemkes Malaysia menyampaikan untuk menghindari anggapan bahwa pemerintah mempromosikan seks bebas maka upaya yang dilakukan tidak bersifat terbuka, karena harus sensitif terhadap ajaran agama.
Bahkan di negara maju dan terbuka seperti Ingrris sekalipun, suatu program kampanye penggunaan kondom yang dilakukan Departemen Kesehatan Inggris pada tahun 2009 juga menuai protes. Gara-gara kalimat, "kondom membuat perempuan terlihat lebih seksi". Kalimat tersebut menyertai kampanye agar para perempuan muda, usia awal 20-an, mau membawa kondom di tasnya. Pria, kata kampanye itu, lebih tertarik pada gadis yang membawa alat kontrasepsi. Kampanye ini dianggap berkontribusi menambah masalah dan justru akan menambah penyakit seksual, lebih banyak kehamilan di luar nikah, dan lebih banyak ketidakbahagiaan.
Kondom Saat ini dan Masa Datang
Saat ini kondom dimanfaatkan untuk tujuan penyebaran penyakit menular seksual dan sekaligus pencegahan kehamilan. Sejak 1990 an kita melihat pertama kalinya diproduksi kondom wanita sekaligus pada masa ini kita melihat produksi massal kondom yang memiliki rasa, warna dan bentuk yang semakin bervariasi.
Disisi lain, di banyak negara maju terus dilakukan upaya inovasi dan kreasi untuk makin membuat kondom semakin disukai dan nayaman digunakan. Salah satunya adalah riset yang dilakukan dalam "invisible condom" yaitu kondom yang berupa semprotan gel yang akan menjadi solid saat suhu tubuh naik. Selain itu ad juga perusahaan kondom yang melakukan penelitian untuk pengembangan kondom yang menyelimuti seluruh tubuh atau yang disebut full body condom.
Penutup
Kondom hanyalah sebuah barang atau alat yang diproduksi untuk dimanfaatkan manusia. Tinggal bagaimana manusia memanfaatkannya untuk kebaikan atau keburukan. Sama saja dengan produk-produk lainnya di dunia ini, yang jika dimanfaatkan dengan benar hasilnya juga benar, namun jika dimanfaatkan dengan salah hasilnya pun juga salah. Terlepas dari berbagai asumsi masyarakat mengenai kondom, yang jelas kondom adalah salah satu alat yang diciptakan manusia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Yang salah bukanlah kondomnya, tapi manusia yang menggunakannya di jalur negatif. Apabila digunakan untuk hal yang positif, maka kondom tentu tetap bermanfaat.
Dr. Dicky Budiman, M.Sc.PH